Seorang gadis Palestina mencoba meninju seorang tentara Israel saat
unjuk rasa memprotes perluasan permukiman Yahudi di desa Halamish, dekat
Ramallah, Jumat (2/11)./AP/ Majdi Mohammed
REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton menyatakan rencana pembangunan tiga ribu pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, adalah ilegal berdasarkan hukum internasional.
Ashton menyebut pihaknya berulang kali mendesak Israel membatalkan rencana tersebut. "Uni Eropa telah berulang kali menyatakan semua pembangunan pemukiman adalah ilegal berdasarkan hukum internasional, dan ini menjadi hambatan bagi perdamaian," tegasnya seperti disitat dari AFP.
"Saya, lanjut Ashton, "meminta Pemerintah Israel menunjukkan komitmennya terhadap pembaruan negosiasi untuk mengakhiri konflik, sementara pendudukan ini tidak sesuai dengan rencana perdamaian."
Ashton menuturkan saat debat peningkatan status Palestina di PBB, pihaknya mendesak kedua belah pihak melanjutkan negosiasi perdamaian, tanpa penundaan ataupun prasyarat apapun. Namun, Israel yang dengan percaya diri mampu membangun kembali perundingan, justru merusaknya dengan rencana pemukiman.
Reaksi masyarakat internasional, kata Ashton, akan sangat berpengaruh pada sejauh mana perluasan pemukiman Israel.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri negeri Arab Saudi dan Turki mengutuk rencana Israel tersebut. Harian Israel, Hurriyet mengabarkan, warga Israel naik pitam saat Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas berpidato usai mendapatkan status baru Palestina di PBB.
Mereka menganggap resolusi PBB yang meningkatkan status tersebut telah mengabaikan keamanan negara Yahudi. PBB dianggap memberikan kedaulatan negara Palestina kepada Abbas untuk mendapat pengakuan dunia.
Tak terima dengan putusan Majelis Umum PBB yang menaikkan status Palestina, Israel kemudian menyatakan rencana pembangunan ribuan rumah tersebut. Namun Israel membantah pemukiman tersebut dicanangkan atas jawaban terhadap peningkatan status Palestina di PBB.
Ashton menyebut pihaknya berulang kali mendesak Israel membatalkan rencana tersebut. "Uni Eropa telah berulang kali menyatakan semua pembangunan pemukiman adalah ilegal berdasarkan hukum internasional, dan ini menjadi hambatan bagi perdamaian," tegasnya seperti disitat dari AFP.
"Saya, lanjut Ashton, "meminta Pemerintah Israel menunjukkan komitmennya terhadap pembaruan negosiasi untuk mengakhiri konflik, sementara pendudukan ini tidak sesuai dengan rencana perdamaian."
Ashton menuturkan saat debat peningkatan status Palestina di PBB, pihaknya mendesak kedua belah pihak melanjutkan negosiasi perdamaian, tanpa penundaan ataupun prasyarat apapun. Namun, Israel yang dengan percaya diri mampu membangun kembali perundingan, justru merusaknya dengan rencana pemukiman.
Reaksi masyarakat internasional, kata Ashton, akan sangat berpengaruh pada sejauh mana perluasan pemukiman Israel.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri negeri Arab Saudi dan Turki mengutuk rencana Israel tersebut. Harian Israel, Hurriyet mengabarkan, warga Israel naik pitam saat Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas berpidato usai mendapatkan status baru Palestina di PBB.
Mereka menganggap resolusi PBB yang meningkatkan status tersebut telah mengabaikan keamanan negara Yahudi. PBB dianggap memberikan kedaulatan negara Palestina kepada Abbas untuk mendapat pengakuan dunia.
Tak terima dengan putusan Majelis Umum PBB yang menaikkan status Palestina, Israel kemudian menyatakan rencana pembangunan ribuan rumah tersebut. Namun Israel membantah pemukiman tersebut dicanangkan atas jawaban terhadap peningkatan status Palestina di PBB.
Redaktur: Karta Raharja Ucu
Reporter: Afriza Hanifa
Sumber: AFP
Reporter: Afriza Hanifa
Sumber: AFP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar