Indra Subagja - detikNews |
Jakarta - Bersantap di restoran yang jelas kehalalannya tentu menentramkan umat Islam. Menyantap makanan pun menjadi nyaman. Soal halal atau haram ini memang bukan urusan sepele. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan pentingnya ini.
Makanan yang halal, tidak dalam kondisi darurat adalah wajib. Yang haram tentu harus ditinggalkan dan dijauhi. MUI meminta agar umat Islam tak sungkan bertanya soal kehalalan di suatu restoran. Bila tak jelas atau abu-abu, jangan ragu untuk ditinggalkan.
"Dalam hal tempat makan yang tidak jelas kehalalannya atau diragukan kehalalannya, apalagi resto menu masakan luar negeri, itu masuk kategori syubhat. Dan dalam Islam, terhadap yang syubhat diperintahkan untuk menjauhi," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh saat berbincang, Senin (19/11/2012).
Doktor Hukum Islam yang juga pengajar di UIN Jakarta yang akrab disapa Niam ini menjelaskan, perkara syubhat jelas harus dijauhi. Dalam aturan agama soal halal dan haram jelas diatur.
"Karena yang syubhat berpotensi untuk jatuh pada yang haram. Harus dipastikan bahwa tempat kulinari yang kita kunjungi terjamin kehalalannya," terang Niam.
Biasanya, seperti halnya di luar negeri, restoran yang halal itu memiliki sertifikat atau mendeklarasikan diri halal. Nah, restoran seperti itu yang tentu halal dikunjungi.
"Patut diduga, resto yang tidak menyatakan kehalalan menunya, karena ada menu yang diharamkan, atau setidaknya diragukan kehalalannya," jelasnya.
Makanan yang halal, tidak dalam kondisi darurat adalah wajib. Yang haram tentu harus ditinggalkan dan dijauhi. MUI meminta agar umat Islam tak sungkan bertanya soal kehalalan di suatu restoran. Bila tak jelas atau abu-abu, jangan ragu untuk ditinggalkan.
"Dalam hal tempat makan yang tidak jelas kehalalannya atau diragukan kehalalannya, apalagi resto menu masakan luar negeri, itu masuk kategori syubhat. Dan dalam Islam, terhadap yang syubhat diperintahkan untuk menjauhi," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh saat berbincang, Senin (19/11/2012).
Doktor Hukum Islam yang juga pengajar di UIN Jakarta yang akrab disapa Niam ini menjelaskan, perkara syubhat jelas harus dijauhi. Dalam aturan agama soal halal dan haram jelas diatur.
"Karena yang syubhat berpotensi untuk jatuh pada yang haram. Harus dipastikan bahwa tempat kulinari yang kita kunjungi terjamin kehalalannya," terang Niam.
Biasanya, seperti halnya di luar negeri, restoran yang halal itu memiliki sertifikat atau mendeklarasikan diri halal. Nah, restoran seperti itu yang tentu halal dikunjungi.
"Patut diduga, resto yang tidak menyatakan kehalalan menunya, karena ada menu yang diharamkan, atau setidaknya diragukan kehalalannya," jelasnya.
(ndr/mpr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar