Ilustrasi. (inet) |
BI Tegaskan Redenominasi Bukan Sanering
dakwatuna.com – Jakarta.
Proses sosialisasi penyederhanaan nilai mata uang (redenominasi) rupiah
dengan menghilangkan tiga nol di belakang butuh waktu lama. Jika tahun
depan usul itu disetujui DPR, setidaknya masih butuh waktu tiga tahun
lagi untuk masa transisi. Dengan begitu, Rp 1.000 menjadi Rp 1 baru
terwujud 2017.
“Prosesnya sangat panjang, tidak sebentar. Terutama
untuk masa
transisi dari mata uang yang sekarang menjadi mata uang
baru,” ujar Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad di
sela acara Silaturahmi Nasional Masyarakat Syariah, Sabtu (15/12).
Langkah
awal yang perlu dilakukan, kata Muliaman, adalah membuat payung hukum
terlebih dahulu. Rencananya, DPR akan membahas Rancangan Undang-Undang
(RUU) Redenominasi tahun depan.
Setelah disetujui, baru dilakukan
masa transisi selama beberapa tahun. “Kalau becermin yang dilakukan
Turki, kira-kira butuh waktu lima tahun,” tandasnya.
Turki
tercatat pernah sukses melakukan redenominasi dengan menghilangkan enam
angka nol pada mata uangnya. Turki mengubah 1.000.000 lira menjadi 1
lira pada 2005. Kebijakan redenominasi ini dilakukan untuk menekan laju
inflasi Turki yang sangat tinggi sejak 1970-an.
Sebagai dampak
inflasi tinggi, Bank Sentral Turki selalu menerbitkan mata uang kertas
baru dengan pecahan yang sangat besar. Bahkan, ada satu uang kertas yang
nilainya mencapai 20 juta lira atau merupakan mata uang dengan nominal
terbesar di dunia. Hal ini pula yang menyebabkan kredibilitas mata uang
Turki menurun.
Dalam masa transisi, mata uang lama tetap berlaku
dan ditarik perlahan-lahan hingga 2006. Proses transisi berjalan mulus.
Masyarakat Turki tidak perlu berebutan dan mengantre menukarkan uangnya
ke mata uang baru karena uang lama tetap berlaku. Dengan begitu,
pertukaran antara mata uang lama dan baru berjalan secara alami.
Direktur
Eksekutif dan Kepala Departemen Riset Ekonomi BI Perry Warjiyo
mengatakan, redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan mata uang
agar lebih efisien dalam bertransaksi. Selain itu, untuk mempersiapkan
kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara lain. “Ini bukan sanering
(pemotongan nilai uang),” tegasnya.
Pada redenominasi, lanjut dia,
nilai mata uang terhadap barang tidak berubah karena hanya cara
penyebutan dan penulisannya yang disesuaikan. “Kalau tahun depan
(redenominasi) disetujui DPR, masa transisi kita usulkan tiga tahun.
Tapi masyarakat jangan kaget, ini hanya penyederhanaan,” pesannya.
Perry
menyebut, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, terutama.
masalah aspek legal. Untuk itu, program redenominasi sudah masuk dalam
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. “Selanjutnya ada proses
pembuatan UU. Tugas kita selanjutnya adalah bagaimana melakukan
sosialisasi, edukasi, dan penjelasan ke publik,” imbuhnya.
Berbagai
persiapan, baik legal dan sosialisasinya sudah dipersiapkan BI sejak
lama. Jika RUU-nya disetujui DPR, pedagang diwajibkan mencantumkan dua
label harga. Yaitu harga lama dan harga redenominasi, sehingga tak ada
pembulatan harga. “Saat transisi BI akan menyiapkan dua mata uang. Ada
rupiah lama dan rupiah baru,” tandasnya.
Seandainya tahun depan
RUU disahkan, pada 2014 sudah bisa dimulai masa transisi redenominasi
selama tiga tahun atau hingga 2016. Selama masa itu, mata uang lama akan
ditarik secara perlahan dari masyarakat.
Jika hal itu berjalan
sesuai rencana, mata uang baru akan efektif berlaku pada 2017. “Proses
ini tentunya tidak akan mengubah daya beli masyarakat,” jelasnya.
Sumber: www.dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar