Hari itu saya beserta seorang teman yang berprofesi sebagai seorang trainer baru saja selesai mengadakan training menghafal cepat di kantor Kompas Gramedia.
Teman saya ini adalah salah satu lulusan Pesantren Gontor yang telah banyak melahirkan negarawan-negarawan hebat. Karena ke Gontorannya itulah ia mempunyai rasa sangat memiliki pada almamaternya.
Ketika mengetahui Kiai Syukri pimpinan Ponpes Gontor sakit ia berencana untuk menengok ke rumah Kiai yang ada di Jakarta. Akhirnya kami berangkat menggunakan taksi ke rumah Kiai Syukri. Setibanya di rumah Kiai Syukri gerbang masih tertutup. Nampaknya teman saya ini sudah biasa keluar masuk rumah ini. Sambil mengucapkan salam beliau langsung membuka gerbang (ternyata santri-santri Gontor memang sangat dekat dengan kiai nya).
Belum sempat kami masuk ke rumah tiba-tiba Pajero Hitam datang menggantikan Taksi yang baru saja pergi. Muncullah seorang sosok wanita keturunan Timur Tengah bergamis Hitam berkerudung hitam dengan renda-renda berwarna kuning emas. Di belakangnya muncul sosok yang sepertinya sudah tidak asing bagi saya. Ternyata benar, beliau adalah ust. Hidayat Nur Wahid dengan menggunakan batik berwarna emas cerahnya. Jantung ini seperti berdetak kencang. (Setiap saya bertemu dengan orang besar groginya datang deh..hehe). Setelah saling bertemu pandang, kami pun saling menyapa dan bersalaman dengan ust. HNW.
Ah, sangat langka rasanya bagi saya seorang yang kader grass root, ecek-ecek bertemu orang seperti beliau secara langsung. Biasanya melihat beliau ketika milad, berada di panggung sambil memberikan ceramah maupun orasinya. Ini, bertemu dengan beliau dengan kondisi yang sangat-sangat berbeda. Kondisinya adalah bertemu dalam kegiatan pribadi ust. HNW.
Karena datang terlebih dahulu saya beserta kawan saya masuk ke ruang tamu terlebih dahulu. Kami disambut oleh nyai (istri Kiai Syukri) dengan senyum yang wibawa yang dibalut dengan kesederhanaan beliau (lagi, orang besar selalu tampak pada wajahnya tanpa harus menampakkan kebesarannya sebagai seorang istri pemimpin ponpes besar). Setelah dipersilahkan duduk, ust. HNW beserta istri pun mengikuti dari belakang beserta istri dan disambut oleh nyai. Kami pun duduk bersama dalam ruang tamu.
Sambil menunggu Kiai Syukri yang baru saja pulang dari RS, Kami beserta ust HNW pun ngobrol sana-sini. Kadang ust. HNW berbincang dalam bahasa Arab dengan kawan saya yang juga lulusan Gontor. Beliau seperti orang biasa, tamu biasa yang berkunjung ke kerabat biasa. Kalau saja saya tak kenal (tepatnya tahu beliau :D) mungkin saya akan biasa saja berbincang dengannya. Tapi karena tahu beliau ketika ada acara partai (bahkan ketika itu baru saja beliau selesai pilgub DKI) dan reses yang mempunyai jarak antara negarawan dengan rakyat jelata, pernah memimpin partai islam terbesar di Indonesia, saya pun bingung harus ngobrol apa (ketahuan katro nya :D).
Kharismanya begitu tinggi dihadapan saya yang hanya seorang anak manusia dari perkampungan Kuningan Jawa Barat (inilah yang dibilang Rukhiyah tingkat tinggi :D).
Tak lama kemudian nyai datang kembali sambil membawakan teh manis hangat dan sepiring pisang goreng. Sambil mempersilahkan kepada kami untuk mencicipi pisang dan teh manisnya, Nyai kembali ke dapur. Tanpa berpikir panjang ust. HNW langsung menghampiri piring yang berisi pisang goreng.
Tapi beliau malah mengangkat sepiring pisang goreng dan langsung menyodorkannya kepada kami. Betul-betul tak sungkan beliau menyodorkan sepiring pisang goreng tersebut. Ah, bagi saya ini adalah kejutan luar biasa.
Kejutan yang bisa jadi tidak pernah akan saya rasakan dari orang-orang besar lainnya (kecuali dari ustad-ustad yang soleh). Saya langsung bilang dalam hati “Ini nih yang bikin rakyatnya cinta itu tumbuh dengan sendirinya. Seperti Umar Bin Khattab manggul gandum untuk seorang ibu yang memasak batu.”
Saya tentu saja sangat bersyukur karena telah dipimpin oleh seorang seperti beliau. Tidak salah milih tempat untuk belajar “ngaji” di partai ini. Memang apa yang murabbi-murabbi katakan, mereka telah melakukannya.
Kembali ke pisang goreng. Akhirnya saya ambil satu dan menikmatinya dengan segelas teh manis hangaat. Di rumah Kiai besar bersama orang-orang besar. Subhanallah….
Ketika kami berbincang, tak berapa lama nyai beserta Kiai Syukri yang duduk di kursi roda pun datang. Seorang Kiai yang telah banyak melahirkan orang-orang hebat itu kini tidak berdaya. Kami berdiri menyambut beliau (Kiai Syukri) dan menyalami beliau satu persatu termasuk ust. HNW beliau menyalaminya dengan mencium tangan Kiai Syukri dan mencium kedua pipinya. Lagi, saya dibuat kagum sama Ust. HNW. Momen itu begitu sangat berharga buat saya. Terus terang hati saya nangis haru. Nangis karena ternyata dibalik kenegarawannya beliau, Ust. HNW sangat-sangat bersahaja.
Beliau tak sungkan-sungkan untuk “merendahkan” dirinya untuk menghormati Kiai yang telah melahirkan banyak pejabat-pejabat negara. Bahkan Ust. HNW tak sungkan menggantikan Nyai untuk menyuapi makan siang Kiai Syukri.
Mengelap mulut sang Kiai dengan tisu ketika makanannya berantakan. Setelah selesai menyuapi Kiai Syukri, Ust. HNW mengajak sang Kiai untuk umrah bersama.
Seandainya momen ini adalah dalam rangka beliau kampanye mungkin ini adalah hal biasa bahkan akan dianggap “ah, karena lagi kampanye aja nyuapin orang.” Tapi ini adalah momen pribadi yang tidak mungkin diliput oleh media. Momen yang secara pribadipun akan sangat jarang dilakukan oleh petinggi-petinggi negara lainnya.
Ust. HNW berbincang banyak bersama Nyai dan Kiai Syukri. Istri Ust. HNW pun tak kalah bersahajanya. Beliau yang memimpin salah satu RS di Jakarta ternyata mau menawarkan diri langsung untuk terapi Kiai Syukri ke tempat yang beliau ketahui. Bukan basa basi. Istri Ust. HNW langsung telpon terapis yang beliau kenal dan langsung membuat janji kapan Kiai Syukri bisa terapis.
Subhanallah…sepasang anak manusia yang saling memberikan manfaat bagi orang lain dan saya sangat bersyukur karena pernah menemukan momen ini.
Mungkin momen ini biasa saja bagi kawan-kawan. Tapi terus terang bagi saya momen ini adalah momen langka. Akhirnya saya memberanikan diri untuk mengeluarkan HP dan mengambil gambar ketika Ust. HNW bersalaman pamit kepada sang Kiai untuk kembali beraktifitas.
Foto ini juga sekaligus mengatakan bahwa Rakyat Jakarta sangat rugi karena tidak memilih Ust. HNW sebagai pemimpinnya. Blusukan? Ust. HNW saya yakin lebih dahsyat dari pemimpin DKI sekarang ketika sudah melihat momen ini.
Tendi (Trainer)
Sumber : islamedia.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar